Peluang Rekonsiliasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia Masa Lalu melalui Mekanisme Kebijakan Politik Pemerintah Daerah

Syarif Nurhidayat

Abstract


Resolving human rights in the past is still a homework for the Indonesian government. Law enforcement through human rights courts is seen as ineffective. The idea of a Truth and Reconciliation Commission (KKR) as an alternative consideration. However, the existence of Law no. 27 of 2004 concerning the Truth and Reconciliation Commission became the hope of the students before it developed after the cancellation decision by the Constitutional Court. Practical Truth and Reconciliation Commission Losing its legal umbrella straight away. Meanwhile in Palu City, the mayor carried out a breakthrough policy in the form of an official apology and then providing facilities to victims of the crimes of 1965/1966. The purpose of this research is to see rest and juridical restoration, and the Palu City policy can be seen as a reconciliation process. This research is a normative research with a statutory and conceptual approach. The results showed that reconciliation as an alternative to human rights settlement has a strong juridical justification, but in order to function in the form of a Truth and Reconciliation Commission, a law is needed as a legal umbrella. The policy of the Mayor of Palu cannot be viewed as reconciliation in the sense of a perfect process, because it only includes the process of revealing the truth, confessing victims and providing compensation. There is no guarantee of legal certainty, because there is no guarantee whatsoever that the process can negate the legal process for the perpetrator

Penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia. Penegakan hukum melalui mekanisme Pengadilan HAM dipandang tidak efektif. Gagasan adanya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagai mekanisme di luar peradilan dipandang sebagai alternatif. Namun keberadaan UU No. 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi menjadi harapan yang kemudian pupus sebelum berkembang pasca putusan pembatalan oleh Mahkamah Konstitusi. Praktis Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi menjadi kehilangan payung hukum secara langsung. Sementara di Kota Palu, Wali Kota melakukan kebijakan trobosan berupa permohonan maaf secara resmi dan kemudian memberikan fasilitas kepada para korban kejahatan tahun 1965/1966. Menarik untuk ditelusur lebih jauh, apakah rekonsiliasi memiliki justifikasi yuridis untuk diselenggarakan, dan apakah kebijakan Kota Palu dapat dipandang sebagai proses rekonsiliasi? Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan undang-undang dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rekonsiliasi sebagai alternatif penyelesaian pelanggaran HAM berat memiliki justifikasi yuridis yang kuat, namun untuk dapat difungsikan dalam bentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi perlu adanya undang-undang sebagai payung hukum. Kebijakan Wali Kota Palu tidak dapat dipandang sebagai rekonsiliasi dalam artian proses yang sempurna, karena hanya memuat proses pengungkapan kebenaran, pengakuan korban dan pemberian kompensasi. Belum ada jaminan kepastian hukum, karena tidak ada jaminan apapun bahwa proses tersebut dapat menegasikan proses hukum bagi pelaku.


Keywords


pelanggaran HAM berat; rekonsiliasi; korban

References


Agus Raharjo, “Implikasi Pembatalan Undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi terhadap Prospek Penanganan Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia”, Mimbar Hukum, Volume 19, 2007.

Andi Hamzah, Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, ctk. Pertama, Binacipta, Bandung, 1986.

Andi Mattalatta dalam Sahetapy, Viktimologi Sebuah Bunga Rampai, ctk. Pertama, Pusraka Sinar Harapan, Jakarta, 1987.

Daan Bronkhorst, Menguak Masa Lalu Merenda Masa Depan; Pengalaman Komisi Kebenaran di Berbagai Negara, cet. Pertama, Elsam, Jakarta, 2002.

Enny Soeprapto, Transcitional Justice: Upaya Perwujudannya di Indonesia dan di Beberapa Negara Lain Tertentu –Garis Besar Pemaparan-, makalah ini disiapkan untuk disampaikan pada seminar Sehari yang diselelnmggarakan oleh Bandung Free School for Demokretic Society, Bandung, 13 Juli 2002.

Hanafi, Politik Hukum Pidana, Perpustakaan Fakultas Hukum UII Yogyakarta, 1998.

Mansyur Effendi dalam Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM).

Muladi dan Barda Nawawi Arif, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, ctk. Kedua, Alumni, Bandung 1998.

Muladi, dalam KKR dan Keadilan Restoratif, KCM, Kamis, 21 April 2005, diakses melalui www.kompas.com

Perdebatan mengenai Pelanggaran HAM yang akan menjadi wewenang KKR Dari Tunggul Ametung hingga Trisakti. Dapat diakses melalui www.elsam.or.id.

Rena Yulia, “Hak-hak Korban; Keadilan Restoratif bagi Korban Pelanggaran HAM” dalam Jurnal Perlindungan, Volume 2 No. I tahun 2012, LPSK RI, Jakarta.2012.

Rusdy Mastura, “Kebijakan Pemerintah Kota Palu dalam Pemenuhan HAM Terhadap Korban Dugaan Pelanggaran HAM Peristiwa 65/66”, Disajikan dalam RAPAT KOORDINASI LPSK, di Bandung pada tgl. 17-19 Juni 2014.

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Ctk. Kedua, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999.

Syarif Nurhidayat, “Kewajiban Pemenuhan Hak Korban Tindak Pidana Oleh Negara”, makalah disampaikan+ dalam Konferensi Internasional (ICLP) & Temu Ilmiah Tahunan Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia, tanggal 2-4 September 2014, di Binus Jakarta.

Yustina Trihoni Nalesti Dewi, “Membangun Peradilan Hak Asasi Manusia yang Kompeten, Independen, dan Imparsial”, makalah disampaikan+ dalam Konferensi Internasional (ICLP) & Temu Ilmiah Tahunan Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia, tanggal 2-4 September 2014, di Binus Jakarta.




DOI: https://doi.org/10.25134/logika.v12i01.3755

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Logika : Jurnal Penelitian Universitas Kuningan

ISSN 2085-997X (print), ISSN 2715-4505 (online)

Organized by Faculty of Law, Universitas Kuningan, Indonesia.

Website  : https://journal.uniku.ac.id/index.php/logika/index

Email     : [email protected]

Address : Jalan Cut Nyak Dhien No.36A Kuningan, Jawa Barat, Indonesia.

Logika is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0