JEJAK TRADISI "ANTU BANYU" MASYARAKAT MELAYU PALEMBANG: ANALISIS FUNGSI DAN SIGNIFIKANSI KONTEKSTUAL
Abstract
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang fungsi linguistik dan implikasi kontektual dari istilah Antu Banyu yang berkembang dalam komunitas Melayu Palembang. Metode kualitatif dimanfaatkan sebagai metode penelitian dengan menggunakan dokumentasi, observasi, dan wawancara untuk mengumpulkan data. Kerangka analisis yang digunakan mengikuti model Miles dan Huberman mencakup reduksi data, penyajian data melalui lensa teoritis Finnegan, dan diakhiri dengan penyimpulan hasil analisis data. Melalui kuisioner yang melibatkan 50 orang responden yang dikelompokkan menjadi Gen X, Gen Y, Gen Milenial, dan Gen Z, sekaligus wawancara dengan para ahli, terlihat bahwa istilah Antu Banyu diketahui secara universal. Sumber keluarga memainkan peran penting dalam memahami istilah tersebut, seringkali terkait dengan keyakinan terhadap mitos hantu yang hidup di air. Klasifikasi istilah Antu Banyu mencakup 15 fungsi dan konteks yang berbeda, yaitu perenang handal, penyelam terampil, penguasa perairan, seseorang yang meninggal di air, seseorang yang mandinya sangat lama, seseorang yang mandi di sungai saat magrib atau malam hari, siswa ataupun pekerja yang datang dan pergi sesuka hati, seseorang yang pelit, seseorang yang menghindar dari kewajiban dan tanggung jawab, ejekan kepada orang yang tidak disukai, seseorang yang memiliki ilmu hitam, peringatan bahaya, untuk menakut-nakuti orang, hantu yang hidup di air, dan seseorang yang gesit dan lincah dalam mengerjakan sesuatu. Semua penggunaan istilah Antu Banyu yang berkembang di masyarakat Melayu Palembang berkaitan erat dengan mitos hantu air yang masih sangat dipercaya. Namun, konotasi positif pada istilah tersebut pun ditemukan pada beberapa fungsi. Hal ini mengindikasikan pergeseran semantik yang signifikan dalam penggunaannya.
KATA KUNCI: Finnegan, hantu air; masyarakat melayu Palembang; mitos; semantik.
“ANTU BANYU” TRADITIONS IN PALEMBANG MALAY COMMUNITY: ANALYSIS OF FUNCTION AND CONTEXTUAL SIGNIFICANCE
ABSTRACT: This study aims to delve extensively into the linguistic functionality and contextual implications of the term Antu Banyu, which developed within the Palembang Malay community. Qualitative methods are employed as research methods by using documentation, observation, and interview in collecting data. The analytical framework adopted follows Miles and Huberman's model, encompassing data reduction, data presentation through Finnegan's theoretical approach, and data analysis conclusion. Through a questionnaire involving 50 respondents categorized into Generation X, Generation Y, Generation Millennial, and Generation Z, and alongside experts interviews, it becomes apparent that the term Antu Banyu that all respondents were familiar with the term Antu Banyu. Most of the information about the term Antu Banyu was universally recognized. Family sources play a pivotal role in comprehending the term, often intertwined with the myth of water ghost. The Antu Banyu term spans 15 distinct functions and contexts, including that of an adept swimmer, skilled diver, nautical experts, deceased in the water, prolonged bathers, twilight or nocturnal river bathers, undisciplined students or workers, miserly person, obligation-averse individual, derisive remarks directed at disliked persons, black magic shaman, danger harbinger, intimidation means, river ghosts, and adroit task performers. All applications of the Antu Banyu term, as molded by Palembang Malay society, remain closely related to the enduring myth of water ghosts, upheld by persistent convictions. However, select usages of the term exhibit positive connotations across diverse functions, signaling a notable shift in its semantic utilization.
KEYWORDS: Finnegan; ghost water; Palembang Malay community; myth; semantic.References
Al-Munajjid, M. S. (2013, November 30). Hadits “jika malam menjelang, tahanlah anak-anakmu karena ketika itu setan sedang bertebaran.” [Blog]. Pertanyaan Dan Jawaban Islam. https://islamqa.info/id/answers/125922/hadits-jika-malam-menjelang-tahanlah-anak-anakmu-karena-ketika-itu-setan-sedang-bertebaran
Anita, Fitriani, Y., & Utami, P. I. (2023). Analisis struktur dan nilai budaya dalam cerita rakyat Sumatera Selatan. Journal on Education, 5(3), 8788–8798.
Apriadi, B., & Chairunisa, E. D. (2018). Senjang: Sejarah tradisi lisan masyarakat Musi Banyuasin. Kalpataru: Jurnal Sejarah Dan Pembelajaran Sejarah, 4(2), 124–128. https://doi.org/10.31851/kalpataru.v4i2.2492
Baihaqi, I. (2017). Karakteristik tradisi mitoni di Jawa Tengah sebagai sebuah sastra lisan. Arkhais - Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra Indonesia, 8(2), 136–156. https://doi.org/10.21009/ARKHAIS.082.05
Hestiyana, N. (2019). Fungsi tradisi lisan susurungan bagi masyarakat Banjar Hulu. MABASAN, 9(2), 87–98. https://doi.org/10.26499/mab.v9i2.161
Idris, M. (2020). Metafora dalam kebudayaan Islam melayu Sumatera Selatan. Kalpataru: Jurnal Sejarah Dan Pembelajaran Sejarah, 5(2), 126–140. https://doi.org/10.31851/kalpataru.v5i2.4113
Miles, M. B., & Huberman, M. (1992). Analisis data kualitatif. Penerbit Universitas Indonesia.
Neisya, & Kussuji, N. S. (2014). Mantra ritual ngancak dalam tradisi upacara adat perang ketupat di masyarakat Tempilang, kabupaten Bangka Barat, provinsi Bangka Belitung: Kajian sastra lisan ruth finnegan. Universitas Gadjah Mada.
Neisya, Rosmaidar, & Ramadhani, R. (2017). Berejung: Dinamika transisinya dalam konteks sosial budaya. Jurnal Ilmiah Bina Bahasa, 10(2), 1–10.
Novemy Dhita, A., & Reza Pahlevi, M. (2023). Menulusuri aspek maritim sungai musi untuk pembelajaran sejarah lokal. Chronologia, 4(3), 129–139. https://doi.org/10.22236/jhe.v4i3.11136
Rahim, Abd., Nursalam, & Akhiruddin. (2022). Transmisi kelong Makassar: Perspektif sastra lisan ruth finnegan. Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa, Dan Sastra, 8(2), 767–779. https://doi.org/10.30605/onoma.v8i2.2027
Rahmayanti, E., Caropeboka, RM., & Hafizni, M. (2022). Pesan dan makna pantun dalam prosesi tradisi lisan pernikahan adat budaya melayu Palembang. Wardah, 23(1), 113–121. https://doi.org/10.19109/wardah.v23i1.12948.
Septariani, & Arianto, T. (2022). Relasi perempuan dan alam dalam legenda rakyat Sumatera Selatan. Ide Bahasa, 4(2), 45–56. https://doi.org/10.37296/idebahasa.v4i2.100.
Widihastuti, R. A. (2021). Revitalisasi dan perubahan fungsi sastra lisan dalam komunitas srandul suketeki. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Humaniora, 6(1), 33. https://doi.org/10.36722/sh.v6i1.440
WS., H. (2015). Kearifan lokal dalam tradisi lisan kepercayaan rakyat ungkapan larangan tentang kehamilan, masa bayi, dan kanak-kanak masyarakat Minangkabau wilayah adat Luhak Nan Tigo. Kembara: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, Dan Pengjarannya, 1(2), 198–204. https://doi.org/10.22219/kembara.v1i2.2615
Yani, Z. (2017). Nilai-nilai keagamaan dalam tradisi lisan tadut di kota Pagar Alam – Sumatera Selatan. Penamas, 30(1), 71–84. https://doi.org/10.31330/penamas.v30i1.
Copyright (c) 2024 Fon: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
INDONESIA: Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia is licensed under a Creative Commons CC-BY-SA.